Dalam era kerja jarak jauh dan hybrid, muncul istilah baru dalam dunia kerja: Digital Presenteeism. Istilah ini merujuk pada kondisi ketika seseorang selalu terlihat online, membalas pesan secepat mungkin, dan hadir di berbagai meeting namun hal tersebut tidak selalu mencerminkan produktivitas yang nyata.
Alih-alih fokus pada hasil kerja, banyak karyawan terjebak pada budaya “selalu terlihat aktif”, sehingga bisa menyebabkan kelelahan mental, berkurangnya fokus, dan penurunan kinerja jangka panjang.
Apa Itu Digital Presenteeism?
Digital Presenteeism adalah bentuk modern dari “presenteeism” di mana seseorang hadir secara fisik (atau dalam hal ini, digital), tetapi sebenarnya tidak dalam kondisi terbaik untuk bekerja secara efektif.
Contohnya:
- Selalu online di aplikasi chat meskipun tidak sedang bekerja efektif
- Merasa bersalah jika terlambat merespons pesan
- Ikut semua meeting agar tidak dianggap ‘absen’
- Membalas pesan kerja di luar jam kerja karena takut dinilai kurang aktif
Fenomena ini tidak hanya menurunkan kualitas hidup kerja, tetapi juga memperburuk work-life balance.
Dampak Negatif Digital Presenteeism
- Stres dan kelelahan digital
- Produktivitas semu yang tidak berdampak nyata
- Burnout karena merasa harus selalu aktif
- Kurangnya waktu fokus untuk pekerjaan mendalam (deep work)
- Terganggunya kehidupan pribadi
Solusi dan Strategi Mengatasi Digital Presenteeism
1. Fokus pada Hasil, Bukan Status Online
Dorong budaya kerja berbasis output. Gunakan tools seperti Kolabo untuk melihat progres kerja dari task dan project, bukan dari keaktifan di aplikasi chat.
2. Tentukan Jam Kerja yang Jelas
Terapkan kebijakan jam kerja yang sehat. Jika pekerjaan selesai tepat waktu, tidak ada kewajiban untuk terus online setelahnya.
3. Minimalkan Meeting Tidak Efektif
Kurangi meeting yang tidak perlu. Gunakan dokumentasi tertulis atau update asinkronus untuk menjaga efisiensi.
4. Gunakan Status Digital Secara Bijak
Manfaatkan fitur “Do Not Disturb” atau atur status untuk memberi tahu rekan kerja kapan kamu sedang fokus bekerja atau offline.
5. Bangun Budaya Kerja yang Sehat
HR dan manajemen perlu aktif membentuk budaya yang mendorong keseimbangan kerja dan menghargai produktivitas nyata, bukan kehadiran semu.
6. Berikan Pelatihan atau Sosialisasi
Perusahaan bisa mengadakan sesi edukasi mengenai digital wellbeing, pengelolaan waktu, dan pentingnya work life balance di dunia kerja digital.
Penutup
Digital presenteeism adalah tantangan baru yang perlu dikenali dan dikelola dengan serius. Perusahaan yang ingin menjaga kinerja jangka panjang karyawannya perlu menciptakan lingkungan kerja digital yang sehat yang menilai berdasarkan hasil, bukan sekadar kehadiran online. Dengan pendekatan yang tepat dan penggunaan tools kerja yang mendukung, seperti Kolabo, kita bisa membangun kultur kerja yang lebih manusiawi dan produktif.